Tambahan 1 Detik Kabisat di Indonesia Terjadi pada Pagi Hari di 1 Juli 2015
Info Astronomy - Rabu, 1 Juli 2015 Tarikh Umum (TU) pagi. Mari perhatikan laman jam atom di dunia maya. Misalnya yang dikelola NIST (National Institute of Standards and Technology) dan USNO (United States Naval Observatory) dari Amerika Serikat di sini. Jangan lupa sesuaikan zona waktunya, bagi Indonesia ada tiga yakni WIB (Waktu Indonesia bagian Barat) yang setara UTC + 7, WITA (Waktu Indonesia bagian Tengah) yang setara UTC + 8 dan WIT (Waktu Indonesia bagian Timur) yang setara UTC + 9. Atau bisa juga melongok laman jam atom Indonesia yang dikelola BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) di sini. Perhatikan baik-baik terutama saat jelang pukul 07:00 WIB pagi pada 1 Juli 2015. Akan muncul tampilan aneh, dimana setelah pukul 06:59:59 WIB (07:59:59 WITA atau 08:59:59 WIT) maka akan disusul dengan pukul 06:59:60 WIB (07:59:60 WITA atau 08:59:60 WIT). Setelah itu barulah berlanjut dengan pukul 07:00:00 WIB (08:00:00 WITA atau 09:00:00 WIT). Keanehan ini hanya akan terjadi pada hari itu saja. Dan di hari itu pula, sehari semalam akan terdiri dari 86.401 detik. Bukan 86.400 detik seperti hari-hari sebelum ataupun sesudahnya. Aneh? Ya, inilah fenomena yang disebut sebagai detik kabisat atau leap second. Fenomena yang hari-hari ini sedang (mencoba) membikin heboh jagat. Detik kabisat mulai diimplementasikan pada 1972. Pelaksanaannya didelegasikan pada BIH (Bureau International de l’Heure) yang berkedudukan di Observatorium Paris (Perancis). Detik kabisat ditambahkan hanya pada tanggal 30 Juni atau 31 Desember dalam suatu tahun dan berlaku hanya setelah pukul 23:59:59 UTC. Zona waktu yang lain menyesuaikan diri dengan UTC seperti halnya penyesuaiannya dengan GMT. Maka bagi Indonesia, detik kabisat hanya bisa terjadi pada 1 Juli atau 1 Januari setelah pukul 06:59:59 WIB (07:59:59 WITA atau 08:59:59 WIB). Detik kabisat akan ditambahkan bilamana selisih antara waktu atomik dengan waktu astronomik menghampiri nilai 0,6 detik. Sebab konsep detik kabisat bertujuan agar kedua entitas waktu tersebut tidak memiliki selisih melebihi 0,9 detik. Sejak 1972 hingga 2012 telah ditambahkan 24 detik kabisat. Pola penambahannya acak (tidak beraturan). Pada dekade 1970-an, detik kabisat ditambahkan setiap tahun (hingga 1979). Kecuali pada 1972, yang ditambahkan dua kali setahun. Sehingga dalam dekade itu secara akumulatif terjadi 9 detik kabisat. Pada dekade 1980-an, jumlah akumulatifnya menyusut menjadi 6 detik kabisat. Di dekade ini pula BIH dibubarkan dan pelaksanaan penambahan detik kabisat diserahkan kepada IERS semenjak 1 Januari 1988. Pada dekade 1990-an terdapat penambahan 7 detik kabisat. Dan angka jumlah paling sedikit terjadi di dekade 2000-an, yakni hanya 2 detik kabisat. Pada awalnya detik kabisat lebih merupakan isu bagi segelintir orang, khususnya para penjaga-waktu. Masalah belum muncul, apalagi bagi publik.
Tetapi setelah munculnya revolusi teknologi informasi yang melahirkan internet dengan segala pernak-perniknya, detik kabisat mulai menjadi masalah dan menimbulkan beberapa kesulitan. Dunia maya yang dibentuk internet memungkinkan komputer saling berkomunikasi dengan patokan waktu atomik.
Namun beberapa pengembang perangkat lunak nampaknya lupa atau malah tidak mengetahui bahwa dalam sistem waktu saat ini terdapat konsep detik kabisat. Akibatnya tatkala detik kabisat terjadi, perangkat lunak tersebut pun macet (crash). Maka terjadilah leap second bug. Leap second bug ini sejatinya analog dengan leap year bug, kekacauan komputasi akibat tahun kabisat. Saat tahun kabisat terjadi pada 2012 TU lalu, misalnya, sejumlah perangkat lunak pun macet pada tanggal 29 Februari 2012. Raksasa teknologi informasi sekelas Microsoft pun mengalaminya. Misalnya Azure, cloud computing Microsoft, yang macet hingga 8 jam lamanya. Jadi bagaimana detik kabisat 2015 ini? Akankah ia (kembali) menimbulkan leap second bug dengan potensi kerugian hingga milyaran rupiah di segenap penjuru dunia? Kita tunggu.
Ditulis oleh Muh. Ma'rufin Sudibyo, ekliptika.wordpress.com